Project Love: “A friend in need, is the friend indeed”

Seluruh cerita soal ProjectLove bisa dilihat di sini

Aku sangat bersyukur karena kali ini aku dikelilingi oleh teman-teman yang yakin pada kemampuanku. Pada banyak kesempatan, aku memang “terlalu keras” pada diri sendiri: selalu merasa tak cukup pintar, tak cukup bagus, tak cukup ini dan itu. Tapi mereka, teman-teman tersayang ini, begitu suportif. Membuat terharu. Jika mereka saja percaya padaku, kenapa aku tidak?

Energi positif yang mereka pancarkan membuat aku lebih bersemangat. Bahkan pada sebuah sesi brainstorming (lebih tepat curhat sih sebenarnya, hehehe) yang tak terencana bersama Ari sang desainer grafis, dan Pak Arif Fadillah, fotografer handal yang juga akan menerbitkan buku keren, kami berhasil menemukan judul bukuku!

Judulnya…

Mail. A love letter.

Aih, sedap. Ahahahaha!




Kami berkesimpulan, bahwa ini memang bukan sekedar buku foto plus teks. Ini adalah ungkapan hati. Ini adalah buku yang dimaksudkan agar kita mengalami, mengingat kembali bagaimana rasanya mencintai dan jatuh bangun karenanya. Ini, adalah sepucuk surat cinta dengan bentuk yang tidak biasa. Haiyaaahhh… tisu mana tisuuu….

Dengan konsep itu, Ari kemudian muncul dengan draft desain buku pada pertengahan April lalu. Hasilnya, astagaaaaa…. bagus! Meskipun begitu, kami sepakat bahwa ini toh masih draft pertama. Pastinya masih butuh waktu untuk mencernanya, juga perbaikan di sini-sana.

Malu-malu (plus keringat dingin tentunya!), aku menunjukkan draft buku itu kepada beberapa teman dekat di Galeri Antara. Segala perasaan bercampur aduk jadi satu. Jantung rasanya seperti di remas-remas dan detaknya sudah tak beraturan. Setiap kali mereka meng-klik halaman berikutnya, aku memperhatikan ekspresi wajah mereka. Ada yang senyum-senyum sendiri, ada yang menghela nafas, bahkan ada yang berkaca-kaca…. Mudah-mudahan itu pertanda baik, yah.

Untuk urusan manajemen dan proses pencetakan, aku berdiskusi banyak dengan Goenawan. Jenis kertas, tekstur kertas yang aku inginkan, binding yang paling tepat, budget yang diperlukan. Soal pameran foto juga ikut dibahas. Kami bahkan membuat jadwal kerja yang membuat aku merasa, “Astaga, ini semua beneran terjadi yaaa….”

Mundur, kini tidak lagi jadi pilihan.

Lalu, bagaimana langkah selanjutnya? Tungguin yaaaa….


Comments

Popular posts from this blog

Review Buku - "The Book You Wish Your Parents Had Read"

Jalan ‘Sunyi’ Homeschool (Pentingnya Support System)

Menyusun ‘Kurikulum’ HS yang Bertumbuh